Minggu, 04 April 2010

KURIKULUM DAN ALAT PENDIDIKAN SERTA DAMPAK PENGGUNAANNYA TERHADAP PELAKSANAAN PENDIDIKAN

KURIKULUM DAN ALAT PENDIDIKAN SERTA DAMPAK PENGGUNAANNYA TERHADAP PELAKSANAAN PENDIDIKAN

Oleh: SUBHAN SHABRI
2009

I. PENDAHULUAN

Kurikulum dan alat-alat pendidikan merupakan instrumen-instrumen penting dalam pelaksanaan proses pendidikan. Terlaksananya sebuah proses pendidikan, salah satu prasyaratnya adalah adanya kurikulum dan alat-alat pendidikan. Dalam arti kata, tidak adanya kurikulum dan alat pendidikan di suatu sekolah, berarti proses pelaksanaan pendidikan di sekolah tersebut tidak akan berjalan dengan baik atau paling tidak akan berjalan tanpa arah dan target yang baik dan terarah. Berbedanya hasil dari suatu proses pendidikan disebabkan oleh berbedanya ketersediaan dan kualitas dari kurikulum dan alat-alat pendidikan yang menunjang proses pendidikan tersebut.

Kurikulum merupakan perencanaan umum dari sebuah proses pendidikan. Disitu akan dijelaskan target-target yang akan dicapai dalam proses pendidikan. Kurikulum berfungsi sebagai acuan dasar bagi pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Alat pendidikan akan menunjang pelaksanaan yang telah direncanakan dalam kurikulum yang telah disusun. Tanpa adanya alat-alat pendidikan, susah untuk diprediksikan target-target yang akan dapat dicapai sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dan diatur dalam kurikulum yang telah disepakati.

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum

Kurikulum dalam bahasa Latin mempunyai kata akar ‘curere’. Kata ini bermaksud ‘laluan’ atau ‘jejak’. Dalam bahasa Inggris, kurikulum mengandung pengertian ‘metamorfosis’ (jelmaan). Menurut Kliebard (1982) berarti jurusan pengkajian yang diikuti sekolah. Lebih lanjut Harsono (2005) berpendapat; kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.

John Dewey (1902:5) mengartikan kurikulum sebagai sebuah pengkajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini yang pembentukannya menekankan pada kepentingan dan keperluan masyarakat.

Menurut Frank Bobbit (1918) kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, yang bertujuan untuk perkembangan kemampuan individu atau satu seri latihan pengalaman langsung secara sadar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pemahamannya. Konsep tersebut menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didikpun akan dinamis sehingga tidak tersaing dalam masyarakat, karena memang masyarakat berubah berdasarkan kebutuhan itu sendiri.

Kurikulum juga sebagai pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang anak didik dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya suatu tujuan. Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri mengahadapi kehidupannya, tentu hasil (out-put) pendidikanpun akan mampu mewujudkan harapan. Tetapi jika tidak, kegagalan demi kegagalan akan terus menerus membayangi dunia pendidikan.

Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian:
1. kurikulum sebagai ide
2. kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum
3. kurikulum menurut persepsi pengajar
4. kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas
5. kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik
6. kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

B. Pengertian Alat-alat Pendidikan

Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diidentikan dengan media pendidikan, walaupun sebenarnya pengertian alat lebih luas dari media. Pengertian alat pendidikan disini adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan pendidikan berupa usaha dan perbuatan yang dilaksanakan secara konkrit dan tegas guna menjaga agar proses pendidikan berjalan dengan lancar dan berhasil.

Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari aspek fungsinya, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu untuk mempermudah usaha dalam mencapai tujuan, alat sebagai tujuan untuk mencapai tujuan selanjutnya. Dari pendapat Marimba ini, alat pendidikan bisa berupa usaha/ perbuatan atau berupa benda/ perlengkapan yang bisa memperlancar atau mempermudah pencapaian tujuan pendidikan.

Alat-alat pendidikan dapat dibedakan kedalam dua golongan yaitu alat pendidikan preventif dan alat pendidikan represif.

Alat pendidikan prefentif ialah alat pendidikan yang bersifat pencegahan. Tujuannya adalah untuk mencegah peserta didik sebelum berbuat sesuatu yang tidak baik yang bisa mengganggu atau menghambat proses pendidikannya. Contoh alat pendidikan prefentif adalah tata tertib, anjuran dan perintah, larangan dan paksaan.

Alat pendidikan represif disebut juga alat pendidikan korektif yaitu alat pendidikan yang bersifat memperbaiki. Tujuan alat pendidikan ini adalah untuk menyadarkan kembali peserta didik yang telah melakukan pelanggaran terhadap alat pendidikan prefentif yang telah dibuat. Contoh alat pendidikan ini adalah pemberitahuan, teguran, hukuman dan ganjaran.

C. Dampak Penggunaan Kurikulum dan Alat Pendidikan Terhadap Pendidikan.

Indriati Sukorini (2009) mengatakan, ditinjau dari tujuan pendidikan disetiap jenjang adalah meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, serta meningkatkan kemampuan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan sekitarnya. Kata kunci yang menarik untuk diperhatikan dari rumusan tujuan pendidikan diatas adalah “mengembangkan diri”. Betulkah kurikulum dalam praksisnya telah mengembangkan diri para peserta didik? Atau justru membebani para peserta didik?

Kritik pada kurikulum pendidikan di negara kita pada tahun 1975, 1984, dan 1994 justru membebani belajar siswa karena materi kurikulum yang terlalu padat. Sehingga siswa tidak bisa mengembangkan dirinya sesuai kemampuan siswa masing-masing, maka peranan kurikulum pada tahun tersebut dirasa kurang berhasil dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Oleh karena itu pemerintah mengambil sikap untuk membenahi kurikulum pada tahun tersebut, akhirnya lahirlah kurikulum 2004 yang terkenal dengan lahirnya KBK. Pada kurikulum 2004 ini materi kurikulum sudah agak longgar, sehingga tidak begitu membebani belajar siswa. Pada kurikulum ini siswa dituntut untuk bisa mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Karena pada kurikulum ini, orang tua diberi kesempatan dalam kegiatan persekolahan tersebut, walaupun peran orang tua dalam kegiatan persekolahan tersebut masih sedikit terbatas. Apalagi kalau banyak kesempatan yang diberikan kepada orang tua untuk selalu aktif berperan dalam kegiatan sekolah atau proses pembelajaran mungkin kompetensi masing-masing anak bisa lebih berkembang.

Melihat uraian diatas ternyata kurikulum 2004 pun belum mempunyai peranan yang utama dalam mutu pendidikan kita. Karena jika kita lihat mutu pendidikan di negara kita masih tertinggal jauh dibanding negara-negara lain, seperti Amerika Serikat. Di Amerika Serikat telah dikembangkan “less is more” yaitu jumlah bahan dikurangi supaya siswa dapat meniliti secara mendalam. Dengan less is more siswa tidak diburu waktu sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk berpikir kritis dan berefleksi.

Seperti pernyataan Sukorini, peranan KTSP pada mutu pendidikan di negara kita juga belum ada pengaruhnya. Karena peringkat Indonesia masih dibawah jauh dari negara-negara seperti Korea, Singapura, Jepang, Taiwan, China, India, Malaysia dan masih banyak negara lain yang peringkatnya ada diatas negara kita. Salah satu penyebabnya adalah kurang berperannya guru didalam mengembangkan KTSP ini dengan baik. Masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah sehingga cara berfikir anak serasa mati. Selain itu juga kurang tanggung jawabnya seorang guru pada mata pelajaran yang mereka berikan. Sebagian besar guru masih ada yang hanya memikirkan materi yang menjadi tanggung jawabnya itu selesai tepat waktu sesuai dengan silabus dan program semester tetapi tidak memikirkan apakah materi yang mereka sampaikan itu bisa difahami dan diserap oleh siswa dengan baik atau tidak. Sehingga tidak relevan dengan tujuan KTSP itu sendiri dimana guru harus mampu mengembangkan KTSP yang bisa menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang kuat.

Disamping itu pihak pemangku kepentingan dalam meningkatkan mutu pendidikan juga tidak bisa berperan aktif. Sehingga sampai saat ini pun mutu pendidikan di negara kita masih sangat rendah dan terpuruk, walaupun sudah diadakan reformasi kurikulum pendidikan di negara kita. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa reformasi kurikulum pendidikan yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah kita belum mampu mengubah mutu pendidikan yang lebih baik dan berhasil guna.

Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tuntutan adanya kurikulum yang sesuai dengan zamannya menjadi relevan. Penguasaan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia mestinya mendapatkan perhatian yang lebih. Pengajaran bahasa yang lebih berorientasi pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi akan membantu siswa belajar menkomunikasikan pemikiran dan pengaetahuannya secara sistematis.

Penguasaan Bahasa Inggris yang baik dalam diri siswa atau guru akan dapat mengembangkan pengetahuan lewat informasi dari buku-buku asing. Keterampilan menggunakan komputer dan internet perlu ditingkatkan pada setiap guru dan siswa sehingga siswa terbantu untuk secara mandiri mengambil informasi dan pengetahuan dari negara-negara lain. Sekolah perlu memfasilitasi peralatan dan pengajaran komputer, sehingga siswa dapat mengenal peralatan mutakhir tersebut dan dapat menggunakannya sebagai salah satu cara untuk meningkatkan cara belajar siswa sesuai kemajuan teknologi dan komunikasi.

Menurut Hasan (1992) kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada posisi pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat. Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai rencana. Pengertian kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi pengembang ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.

Dampak kurikulum terhadap perkembangan proses pendidikan dapat juga dilihat dari peranan kurikulum dalm proses pendidikan tersebut. Paling tidak ditentukan tiga jenis peranan kurikulum, yaitu:

1) Peranan konservatif.
Kurikulum bisa dikatakan konservative, karena mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial kepada anak didik atau generasi muda.
2) Peranan kritis dan evaluatif.
Maksudnya kurikulum selain mewariskan atau menstranmisikan nilai-nilai kepada generasi muda juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang ada.
3) Peranan kreatif

Kurikulum melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat.

Ketiga peran diatas harus dilaksanakan secara seimbang, sehingga tercipta keharmonisan diantara ketiganya. Dengan demikian kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang akan datang, sehingga mereka menjadi generasi yang siap dan terampil dalam segala hal.


DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Yogyakarta: Ar-ruzz Medra.
Nugroho. 2008. Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berbasis Stakeholders.
Sukorini, Indriati. 2009. Dampak Perubahan Kurikulum Terhadap Mutu Pendidikan di Indonesia.
Suparno, Paul., R. Rohadi, G. Sukadi dan St. Kartono. 2006. Reformasi Pendidkan, Yogyakarta: Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar