Kamis, 20 Mei 2010

BROMO

BROMO

(Subhan Shabri)

Takdir tentukan...
kakiku menapak di gunung ini
dalam sebuah pendakian,
seperti hatimu di hatiku
dalam sebuah persahabatan.
Ku coba...
tuk terus naiki gunung ini
agar ku lihat memang indah gunung ini
Ku coba...
tuk terus akrabi persahabatan ini
agar ku rasa memang indah persahabatan ini.
Ku tau...
tuk gapai gunung ini, aku perlu daya
Ku tau...
tuk raih persahabatan ini, aku perlu rasa.
Tapi...
jejak pendakianku di pasir gunung ini
kan hilang oleh hembusan angin.
Namun...
Akankah jejak persahabatan yang tertancap
di hatiku dan hatimu hilang oleh "sesuatu"?

(Probolinggo, 31 August 1996)

KURA-KURA CINTAKU

KURA-KURA CINTAKU

(Subhan Shabri)

Ku tak tau,
Kapankah kura-kura cintaku
sampai ke telaga hatimu.
Yang ku yakin,
Ia tak berusaha
tuk berpaling dan mencari telaga lain.
Tapi, kadang kala
langkah kura-kuraku tertegun,
disaat tak didengarnya riak-riak telagamu
disaat tak dilihatnya pantulan mentari di telagamu
yang adalah kompas bagi langkah kecil dan lamban
kura-kuraku.
Memang,
kijang dan rusa itu dengan lari kencang
dan langkah gesitnya
juga ingin menuju telagamu.
Tapi, jika kau suka
suruhlah angin tuk hanya sampaikan
suara riak-riak telagamu hanya untuk kura-kuraku
suruhlah mentari tuk hanya pantulkan
cahayanya di permukaan telagamu
hanya untuk kura-kuraku.
Karena kijang dan rusa itu datang ke telagamu
ketika mereka haus, dan pergi...
Kura-kuraku datang tuk tinggal dan selami telagamu.
Ku tau,
Kura-kuraku hanya binatang kecil yang lamban
Kura-kuraku tak punya kaki gesit
Kura-kuraku tak punya lari kencang
Bak lari kijang dan rusa itu.
Tapi karena ia tau
Dia akan berjuang dan melangkah sangat lama
dan kan berfikir
ke telaga manakah ia kan melangkah
ia tlah berfikir seribu kali.
Semoga Dia mengizinkan tiap langkah kura-kuraku
melangkah pelan namun pasti
menuju dan berenang di telaga hatimu.

(Padang, 16 July 1996)

Jumat, 14 Mei 2010

Jalan Cinta Para Pejuang

Jalan Cinta Para Pejuang

Disana, ada cinta dan tujuan
yang membuatmu menatap jauh ke depan
di kala malam begitu pekat
dan mata sebaiknya dipejamkan saja
cintamu masih lincah melesat
jauh melampaui ruang dan masa
kelananya menjejakkan mimpi-mimpi.

Lalu di sepertiga malam terakhir
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
dengan cita yang besar, tinggi, dan bening
dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja
dengan nurani, tempatmu berkaca riap kali
dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati.

Teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
menebar kebajikan, menghentikan kebiadaban,
menyeru pada iman
walau duri merantaskan kaki,
walau kerikil mencacah telapak
sampai engkau lelah, sampai engkau payah
sampai keringat dan darah tumpah.

Tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
di jalan cinta para pejuang.

(Salim A. Fillah)